Selasa, 08 Mei 2012

E-COMMERCE MENURUT UNCITRAL MODEL LAW ON ELECTRONIC COMMERCE 1996

A. Pengantar

Perkembangan perdagangan internasional tidak akan pernah terlepas dari perkembangan teknologi. Karenanya dalam upaya bangsa-bangsa mencapai kemakmuran, teknologi tidak terlepas dari upaya tersebut.
Perkembangan aturan-aturan perdagangan juga tidak terlepas dari pengaruh perkembangan teknologi. Pengaruh tersebut dewasa ini semakin nyata dengan lahirnya e-commerce (electronic commerce). Perkembangan ini cukup signifikan antara lain tampak dari kuantitas transaksi melalui sarana ini. John Nielson, salah seorang pimpinan perusahaan Microsoft, menyatakan bahwa dalam kurun waktu 30 tahun, 30 % dari transaksi penjualan kepada konsumen akan dilakukan melalui e-commerce.
Batasan e-commerce adalah transaksi-transaksi dalam perdagangan internasional yang dilakukan melalui pertukaran data elektronik dan cara-cara komunikasi lainnya. Pertukaran data elektronik tersebut dilakukan melalui berbagai teknologi. Salah satunya adalah melalui electronic data interchange (EDI).
Perkembangan e-commerce mulai berkembang secara signifikan

ketika internet mulai diperkenalkan. Perkembangan internet ini
mendorong transaksi-transaksi perdagangan internasional semakin cepat. Dengan internet batas-batas wilayah negara dalam melakukan transkasi dagang menjadi tidak lagi signifikan. Praktek perdagangan melalui internet digambarkan juga sebagai 'final frontiers of commerce' pada abad ke-21 ini.
Transaksi melalui e-commerce ini memiliki beberapa ciri berikut:
(1)transaksi secara e-commerce memungkinkan para pihak memasuki pasar global secara cepat tanpa dirintangi oleh batas-batas negara;
(2)transaksi secara e-commerce memungkinkan para pihak berhubungan tanpa mengenal satu sama lainnya;
(3)transaksi melalui e-commerce sangat bergantung pada sarana (teknologi) yang keandalannya kurang dijamin. Karena itu transaksi secara e-commerce ini keamanannya belum atau tidak begitu dapat diandalkan.
Transaksi melalui e-commerce memiliki beberapa keuntungan: (1) transaksi dagang menjadi lebih efektif dan cepat;
(2) transaksi dagang menjadi lebih efisien, produktif dan bersaing;
(3) lebih memberi kecepatan dan ketepatan kepada konsumen; (4) mengurangi biaya administratif;
(5) memperkecil masalah-masalah sebagai akibat perbedaan budaya, bahasa dan praktek perdagangan;
(6) meningkatkan pendistribusian logistik; dan
(7) Memungkinkan perusahaan-perusahaan kecil untuk menjual produknya secara global.


B. Masalah Hukum: Pengawasan

Meningkatnya transaksi-transaksi dagang melalui e-commerce ternyata juga telah melahirkan berbagai masalah lain dalam hukum perdagangan internasional. Masalah ini timbul mengingat transaksi secara e-commerce adalah praktik baru di bidang perdagangan dan berkembang progresif. Sedangkan aturan-aturan hukum dibuat untuk mengatur hal-hal atau hubungan-hubungan hukum yang sedang atau telah terjadi sehingga sifatnya agak statis.
Masalah utamanya adalah apakah ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan hukum yang ada dapat mengakomodasi lahirnya transaksi-transkasi yang dilahirkan melalui media e-commerce ini yang sifatnya transnasional ini.
Di samping itu masalah lain yang juga penting adalah apakah peraturan hukum perdagangan inernasional yang ada sekarang dapat memberi perlindungan atau keseimbangan pengaturan antara pengusaha, konsumen dan pemerintah.
Secara khusus masalah-masalah tersebut dapat diuraikan lebih lanjut menjadi masalah-maalah berikut:
(1)masalah pembuktian mengenai data-data yang terdapat dalam e- commerce;
(2)masalah keabsahan suatu kontrak dan bentuk kontrak e-commerce ini, khususnya mengenai pembuktian orisinalitas data (originality); syarat tertulis (writing); dan masalah tanda tangan (signature);
(3)masalah kapan kata sepakat telah terjadi dalam transaksi- transaksi yang dilakukan secara e-commerce;
(4)masalah pengesahan, pengakuan penerimaan, penyimpanan data elektronik;
(5)masalah hilangnya wewenang bank sentral untuk mengawasi nilai tukar mata uang dan penerimaan pemerintah dari transaksi-
transaksi dagang yang dikeluarkan secara elektronik; dan
(6)masalah rintangan-rintangan (perdagangan) dari adanya kebijakan-kebijakan (perdagangan) negara yang mengakibatkan transaksi-transaksi e-commerce ini menjadi tidak lancar (terganggu).
Negara-negara di dunia menjadi semakin sadar tentang masalah-masalah yang lahir dari transaksi-transaksi e-commerce ini. Kekhawatiran ini tidak bisa tidak harus segera diantisipasi mengingat transaksi-transkasi e-commerce menjadi semakin meningkat sehubungan dengan meningkatnya globalisasi ekonomi dan hubungan-hubungan dagang.
Menghadapi perkembangan ini, umumnya negara-negara di dunia mengeluarkan aturan-aturan hukum nasionalnya untuk mengantisipasinya. Namun aturan hukum nasional tersebut yang cenderung berbeda dengan aturan hukum nasional negara lainnya dapat menjadi rintangan cukup serius terhadap perdagangan internasional.
Sebenarnya ada cara efektif yang dapat ditempuh negara- negara untuk membuat atau menciptakan aturan internasional di bidang e-commerce. Cara tersebut adalah membuat suatu perjanjian atau konvensi internasional yang berlaku bagi negara-negara di dunia. (Sudah barang tentu setelah menempuh cara-cara atau prosedur normal untuk terikatnya suatu perjanjian internasional terhadap suatu negara).
Badan atau organisasi internasional yang berkpentingan dengan aturan internasional antara lain adalah UNCITRAL.11 Tetapi yang ditempuh UNCITRAL adalah justru menempuh cara yang tidak tersebut di atas, tetapi merumuskan suatu Model Law.
Sesuai dengan namanya, yaitu Model Law, aturan-aturannya tidak mengikat negara. Negara-negara bebas untuk mengikuti
sepenuhnya mengikuti sebagian atau menolak Model Law tersebut.
Pada tahun 1996,UNCITRAL berhasil merumuskan suatu aturan hukum cukup penting yakni UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce.12 Tujuan dari Model Law ini adalah menggalakkan aturan- aturan hukum yang seragam dalam penggunaan jaringan komputer guna transaksi-transaksi komersial.
Alasan utama digunakannya instrumen Model Law tampak dalam resolusi No 51/162 tahun 1996 yang menyatakan sebagai berikut:
“Convinced that the establishment of a model law facilitating the use of electronic commerce that is acceptable to States with different legal, social and economic systems, could contribute significantly to the development of harmonious international economic relations,
Noting that the Model Law on Electronic Commerce was adopted by the Commission at its twenty-ninth session after consideration of the observations of Governments and interested organizations,
Believing that the adoption of the Model Law on Electronic Commerce by the Commission will assist all States significantly in enhancing their legislation governing the use of alternatives to paper-based methods of communication and storage of information and in formulating such legislation where none currently exists,...”.

Dari bunyi resolusi di atas, terdapat 3 (tujuan) alasan utama pemilihan Model Law ini, yaitu:
(1) Model Law yang sifatnya dapat diterima oleh negara-negara dengan sistem hukum, sosial dan ekonomi yang berbeda. Model Law dapat pula memberi perkembangan secara signifikan terhadap perkembangan hubungan-hubungan ekonomi internasional yang harmonis;
(2) Model Law dipilih karena memang sebelumnya negara-negara (dan organisasi internasional yang berkepentingan) mengusulkan digunakannya instrumen hukum ini; dan
(3) Digunakannya Model Law dapat membantu negara-negara di

dalam membuat perundangan nasionalnya di bidang e-commerce.
Sebenarnya organisasi internasional yang memperhatikan masalah hukum e-commerce ini tidak hanya UNCITRAL. Berbagai lembaga internasional yang juga menjadikan masalah (hukum) e- commerce ini dalam agendanya antara lain adalah WTO, International Telecommunication Union (ITU); World Intellectual Property Organization (WIPO); Kamar Dagang Internasional (International Chamber of Commerce atau ICC), dll.


C. UNCITRAL MODEL LAW

1. Pengantar

Majelis Umum PBB mengesahkan UNCITRAL Model Law dengan Resolusi 51/162 tanggal 16 Desember 1996. UNCITRAL Model Law ini dibentuk sebagai aturan dasar untuk mengatur keabsahan, pengakuan, dan akibat dari pesan-pesan elektronik (electronic messaging) yang didasarkan pada penggunaan komputer dalam perdagangan.
Tujuan utama atau tujuan khusus dari Model Law ini adalah: (1)memberikan aturan-aturan mengenai e-commerce yang ditujukan
kepada badan-badan legislatif nasional atau badan pembuat UU

suatu negara;

(2)memberikan aturan-aturan yang besifat lebih pasti untuk transaksi-transaksi perdagangan secara elektronik.
Model Law terdiri dari 17 pasal yang terbagi ke dalam 2 bagian dan 4 Bab. Bagian I Bab 1 memuat ketentuan umum. Bab 2 mengatur penerapan persyaratan-persyaratan hukum terhadap pesan
data. Bab 3 mengatur komunikasi pesan data. Bagian II mengatur e-
commerce dalam bidang-bidang khusus. Bagian II ini hanya terdiri dari 1 bab saja, yaitu bab mengenai pengangkutan barang.
Maksud "pesan data elektronik (electronic data message) adalah pengiriman dan penerimaan dan penyimpananan informasi melalui cara-cara elektronik, optik atau cara-cara lainnya seperti EDI, electronic mail, telegram, telex atau telecopy. (Dalam tulisan ini selanjutnya, penggunaan data elektronik dan pesan data mempunyai pengertian yang sama).
Sedangkan kata perdagangan (commerce) mengandung pengertian luas, yakni semua hubungan yang bersifat komersial. Hubungan- hubungan tersebut dapat lahir karena adanya hubungan-hubungan yang bersifat kontraktual atau bukan. Lebih lanjut Model Law memberikan ilustrasi hubungan-hubungan komersial (dagang) yang luas tersebut, yakni:
“Relationships of a commercial nature include, but are not limited to, the following transactions: any trade transaction for the supply or exchange of goods or services; distribution agreement; commercial representation or agency; factoring; leasing; construction of works; consulting; engineering; licensing; investment; financing; banking; insurance; exploitation agreement or concession; joint venture and other forms of industrial or business cooperation; carriage of goods or passengers by air, sea, rail or road.”


Model Law mensyaratkan penafsiran secara itikad baik terhadap aturan-aturannya. Penafsiran tersebut harus sesuai
dengan:
(1)prinsip hukum internasional tentang penafsiran;

(2)kebutuhan-kebutuhan khusus untuk memajukan keseragaman dalam penerapannya.
Dalam mengesahkan Model Law ini, para pihak dapat mengubah atau menyesuaikan aturan-aturan muatan Model Law berdasarkan kesepakatan, sesuai dengan kebutuhannya, terutama Bab II dan III.
UNCITRAL Model Law memuat dua prinsip pendekatan penting yang menjadi landasan pengaturannya. Dua prinsip pendekatan tersebut adalah (i) functional equivalence approach; dan (ii) technology neutrality approach.
Maksud functional equivalence approach (pendekatan yang secara fungsinya sama) adalah bahwa dokumen dan komunikasi- komunikasi elektronik memiliki fungsi dan tujuan yang sama seperti halnya dokumen-dokumen kertas dan komunikasi.
Maksud technology neutrality approach (pendekatan kenetralan suatu teknologi) berarti bahwa suatu komunikasi elektronik diperlakukan sama terhadap teknologi komunikasi elektronik lainnya. Dengan demikian persyaratan-persyaratan umum
untuk dianggap sebagai teknologi berlaku secara umum.

Pada intinya muatan UNCITRAL Model Law memuat ketentuan- ketentuan umum berikut:
(1) suatu data elektronik seperti halnya dokumen-dokumen hukum lainnya harus mengikat secara hukum;
(2) suatu data elektronik dapat berisikan informasi yang dapat digunakan sebagai referensi;
(3) suata data elektronik adalah suatu tulisan untuk tujuan hukum, apabila dapat diakses sebagai referensi di kemudian hari;
(4) suatu data elektronik mencakup suatu tanda tangan, apabila dapat diidentifikasi orang yang mengirim pesan tersebut dan indikasi bahwa orang tersebut telah menyetujui informasi dalam data tersebut;
(5) suatu data elektronik merupakan suatu dokumen asli (original) apabila informasi yang dikandung dapat secara terpercaya dipertahankan dalam bentuk aslinya; dan
(6) suatu pertukaran data elektronik dapat menimbulkan suatu penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance) dan karenanya
membentuk suatu kontrak yang sah.


2. Penerapan Persyaratan Hukum Terhadap Pesan Data

Bab 2 Model Law diawali dengan judul ‘Penerapan Persyaratan Hukum terhadap Pesan Data.’ Bab ini diawali dengan pasal 5 yang juga dianggap sebagai inti dari Model Law. Pasal ini mengakui akibat hukum, keabsahan dan dapat dipaksanakannya informasi dalam bentuk pesan/data elektronik (electronic message) yang digunakan dalam transaksi-transaksi dagang.
Model Law meletakkan aturan-aturan hukum mengenai kapan suatu pesan data elektronik (electornic data messages) memenuhi persyaratan hukum mengenai syarat "tertulis", tanda tangan atau keasliannya (original). Ketiga syarat ini termuat dalam pasal 6 –
8 Model Law. Dan ketiga pasal tersebut harus dibaca bersama-sama

(satu kesatuan).

Maksud dari pengaturan-pengaturan ini adalah untuk memecahkan masalah pembuktian, khususnya bukti-bukti dokumen atau persyaratan dokumen asli dalam sistem hukum di dunia. Model Law mengakui atau memperbolehkan dokumen-dokumen elektronik ini sebagai bukti yang diakui keabsahannya (menurut hukum).


a. Syarat Tertulis

Persyaratan hukum tertulis terpenuhi oleh adanya pesan data ini apabila informasi yang terkandung di dalamnya dapat diakses ("accessible") setiap saat. Selain itu pula, pesan data tersebut selanjutnya atau dapat digunakan dan dirujuk sebagai referensi (bahan acuan) selanjutnya.

b. Syarat Tanda Tangan

Persyaratan tanda tangan terpenuhi oleh adanya pesan data apabila:
(1)si pembuat (originator) dapat mengenali informasi yang

terdapat di dalamnya oleh suatu metode tertentu; dan
(2)Metoda tertentu tersebut dapat diandalkan dan layak untuk dapat mengetahui pesan data tersebut.

c. Syarat Keaslian

Persyaratan hukum dari presentasi (penampilan) atau penyimpanan suatu informasi dalam bentuk aslinya terpenuhi pada suatu pesan data, apabila:
(1)Terdapat jaminan mengenai integritas informasi pada waktu pertama kali dituangkan dalam bentuk akhir sebagai suatu pesan data; dan
(2)informasi dapat ditampilkan kepada suatu pihak yang disyaratkan untuk ditampilkan terhadapnya.
Integritas suatu informasi ditentukan berdasarkan pada sifat pesan data tersebut yaitu, bahwa informasi tersebut tetap atau tidak berubah. Jadi di sini yang ditekankan adalah status atau kestabilan muatan dari pesan data tersebut. Model Law di sini mensyaratkan bahwa pesan data atau data elektronik tersebut harus tidak dapat diubah.
Model Law melihat ke-3 syarat ini cukup sulit sebab syarat keaslian suatu ‘dokumen’ dari suatu pesan data sudah barang tentu sangat berbeda denga dokumen-dokumen asli yang pada umumnya disyaratkan untuk transaksi-transaksi tertentu, misalnya akte tanah, polis asuransi, dll. Dokumen-dokumen tertulis terakhir ini relatif agak sulit untuk dipalsukan atau diubah oleh salah satu pihak. Hal ini berbeda dengan pesan data atau data elektronik.
Oleh karena itu, pendekatan yang ditempuh oleh Model Law adalah mengenakan persyaratan minim (‘minimum requirement’), seperti tampak dalam pasal 8 tersebut di atas. Pendekatan ini dianggap juga sama sebagai ‘functional equivalent” dari suatu
sifat atau tujuan dari keaslian dokumen.


3. Kekuatan Pembuktian Pesan Data

Model Law secara tegas menyatakan bahwa untuk masalah pembuktian, pengadilan nasional tidak boleh mempermasalahkan pesan data ini sebagai bukti semata-mata karena bukti tersebut terdapat dalam bentuk pesan data.
Pengaturan ini tampaknya sederhana. Tetapi justru inilah yang akan menjadi masalah khususnya di negara-negara yang secara tradisional telah lama mengakui bukti-bukti konvensional yang diakui oleh sistem hukum nasionalnya.
Kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan nilai-nilai dari suatu pesan data adalah:
(1)asal dari pesan data, disimpan atau dikomunikasikan; (2)integritas dari informasi;
(3)dikenalnya si pembuat aslinya (originator);

(4)faktor-faktor lainnya yang relevan dengan informasi.


4. Penyimpanan Pesan Data

Manakala suatu informasi atau dokumen disimpan dan dibuka (ditampilkan) melalui media elektronik, Model Law meletakkan kritieria atau syarat-syarat hukum mengenai penyimpanan data (record retention) dan penampilannya (kembali). Kriteria- kriteria ini adalah:
(1)informasi yang terkandung di dalamnya dapat diakses sehingga

dapat digunakan untuk rujukan (referensi) selanjutnya;
(2)pesan data disimpan dalam format yang sama dengan semula, dikirim atau diterima, atau dalam bentuk yang dapat ditampilkan sehingga informasi yang akurat sejak awal, dikirim atau diterima; dan
(3)informasi tersebut disimpan guna memungkinkan atau mengidentifikasi asal mula dan tujuan dari suatu pesan data, dan tanggal dan waktu data tersebut dikirim atau diterima.


5. Komunikasi Pesan Data

Bab III menguraikan aturan-aturan mengenai masalah-masalah kontraktual yang timbul dalam penggunaan teknologi komputer dalam transaksi internasional. Maksud Bab ini sebenarnya tidak untuk mempermasalahkan hukum mengenai pembentukan suatu kontrak. Bab ini hanya menyinggung isu-isu pembentukan kontrak dan bagaimana para pihak dalam kontrak dapat mengemukakan offer dan acceptance mereka dalam kontrak melalui berbagai cara (khususnya melalui sarana elektronik).
Tujuan Bab ini adalah untuk menciptakan kepastian dalam hubungan-hubungan komersial dan kepercayaan dalam perdagangan secara elektronik. Dengan tujuan ini diharapkan perdagangan internasional dapat berkembang.
Model Law bermaksud menghapus keragu-raguan yang mungkin timbul dari pengungkapan offer dan acceptance melalui sarana elektronik tersebut. Masalahnya adalah penyampaian kehendak (offer dan acceptance) tersebut tidak diungkapkan secara langsung oleh para pihak tetapi diungkapkan melalui ‘cara’ lain (yaitu
komunikasi elektronik dan tidak adanya dokumen tertulis).


6. Bentuk dan Keabsahan Kontrak

Model Law mengakui prinsip otonomi para pihak (party autonomy) dan kebebasan berkontrak. Para pihak berhak untuk membuat kontrak mereka melalui offer dan acceptance yang dinyatakan oleh cara-cara elektronik.
Pembuatan kontrak melalui e-commerce adalah sah dan mengikat (valid and enforceable contract). Penegasan tentang keabsahan berkontrak ini ditegaskan dalam pasal 11 ayat (1) yang berbunyi:
“(1) In the context of contract formation, unless otherwise agreed by the parties, an offer and the acceptance of an offer may be expressed by means of data messages. Where a data message is used in the formation of a contract, that contract shall not be denied validity or enforceability on the sole ground that a data message was used for that purpose.


Begitu pula suatu pernyataan kehendak atau pernyataan lainnya yang dinyatakan dalam bentuk suatu pesan data oleh si pembuat (originator) dan alamat si penerima (addressee) dari suatu pesan harus mempunyai akibat hukum, keabsahan dan daya
mengikatnya (enforceability).


7. Pengakuan terhadap Pesan Data

Masalah pengakuan terhadap pesan data menjadi relevan manakala timbul masalah mengenai apakah suatu pesan data benar- benar dikirim oleh si pembuat asli (originator). Untuk menjawab masalah ini Model Law memberi jawabannya dalam pasal 13. Pasal ini menyatakan bahwa suatu pesan data dianggap berasal dari orang yang membuatnya manakala:
(1)pesan data tersebut dikirim oleh: (a) pihak pembuat sendiri; (b) orang yang memiliki wewenang atau kuasa untuk bertindak atas nama pihak originator (pembuat asli) atau (c) suatu sistem informasi yang terprogram oleh atau atas nama pihak pembuat asli (originator) untuk mengoperasikannya secara otomatis;
(2)bahwa pihak penerima (addressee) sebelumnya memberikan persetujuan mengenai suatu prosedur untuk memastikan bahwa suatu pesan data berasal dari pembuat asli (originator); atau
(3)bahwa pesan data yang diterima oleh pihak penerima (addressee) berasal dari tindakan-tindakan agent dari pembuat asli yang memungkinkan agent tersebut untuk memperoleh akses terhadap suatu metoda yang digunakan oleh pihak originator untuk mengidentifikasi data-data sebagai miliknya.
Ketentuan terakhir pasal 13, yaitu ayat (6) memuat aturan mengenai duplikasi pesan data yang salah. Ayat ini meletakkan kewajiban kepada pihak penerima untuk melakukan tindakan kehati- hatian (‘standard of care’) untuk membedakan apakah suatu pesan data duplikasi yang keliru (salah) dan pesan data yang terpisah
(‘separate data message’). Model Law dalam hal ini menyatakan
bahwa pihak penerima (addressee) berhak untuk menduga bahwa suatu pesan data berasal/milik pemilik asli yang bermaksud untuk mengirimnya kepadanya. Pihak penerima berhak untuk memperlakukan setiap pesan data yang diterimanya sebagai suatu pesan data yang terpisah, kecuali pesan data tersebut adalah atau berupa salinan dari yang aslinya tersebut. Namun si penerima menjadi tidak berhak manakala:
(1)ia telah menerima pemberitahuan dari originator (pihak pembuat asli) bahwa pesan datanya bukan berasal darinya, dan waktu yang layak tidak digunakannya untuk pesan data; atau
(2)ia mengetahui atau seharusnya telah mengetahui dengan menggunakan tata cara dan prosedur yang disepakati bahwa: (a)
pesan data tidak berasal dari pembuat asli (originator); (2)

transmisi pengirim pesan data gagal; atau (c) pesan data
merupakan salinan.


8. Pengakuan Penerimaan

Ketentuan mengenai pengakuan penerimaan suatu pesan data semata-mata merupakan masalah persyaratan mengenai adanya bukti bahwa offer telah diterima. Masalah ini bukan mengenai akibat hukum dari adanya penerimaan suatu pesan data (dalam hal ini adalah offer).
Pihak originator dapat meminta pada saat atau sebelum mengirim suatu data atau telah setuju dengan pihak penerima (addressee), bahwa penerimaan pesan data diakuinya dan bahwa mereka masing-masing sepakat mengenai bentuk khusus atau metode tertentu untuk maksud itu.
Dalam hal tidak adanya bentuk atau metode, suatu pengakuan dapat diberikan oleh setiap alat komunikasi tertentu itu, yang cukup untuk menunjukkan kepada originator bahwa pesan data telah diterima. Jika pesan data dibuat dengan persyaratan mengenai penerima pengakuan, maka pesan data dianggap tidak pernah dikirimkan sampai pengakuan telah diterima.
Dalam hal tidak adanya persyaratan atau kesepakatan yang ditentukan/disepakati, orginator yang belum menerima suatu pengakuan dapat memberikan pemberitahuan dalam jangka waktu yang layak kepada pihak penerima bahwa ia akan mengirim pemberitahuan kepada pihak penerima. Dan dengan memberikan jangka waktu yang layak, ia mengharapkan penerimaan pengakuan dari penerima.
Kelalaian untuk memenuhi jangka waktu ini akan dianggap bahwa pesan data dianggap belum pernah dikirim oleh pihak originator.
Dalam hal suatu pengakuan diterima oleh pihak originator, asumsinya adalah bahwa pesan data diterima oleh pihak penerima.
Apabila pengakuan menunjukkan bahwa pesan data diterima telah
memenuhi standar atau persyaratan teknis yang berlaku, asumsinya adalah bahwa standar dan persyaratan-persyaratan tersebut telah terpenuhi.

9. Waktu dan Tempat Pengiriman dan Penerimaan Pesan Data

Model Law mengangkat masalah waktu dan tempat pengiriman dan penerimaan pesan data ini dalam pasal 15. Diaturnya masalah ini sebab transaksi-transaksi melalui elektronik ini sangatlah sulit untuk menentukan kapan secara pasti mengenai di mana dan kapan salah satu pihak telah menerima suatu pesan data.
Seperti kita maklumi dalam sistem hukum pada umumnya, termasuk RI, kapan terjadinya kesepakatan dan dimana kesepakatan terjadi adalah faktor-faktor yang relevan yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu perikatan.
Kesulitan transaksi melalui elektronik ini adalah bahwa salah satu pihak tidak tahu di mana pihak lainnya berada. Apa yang diupayakan oleh Model Law di sini adalah bahwa lokasi di mana sistem informasi berada tidaklah relevan. Model Law hanya menyatakan bahwa kriteria obyektif untuk menentukan tempat adalah tempat usaha para pihak. Oleh karena itu ketentuan pasal mengenai waktu dan tempat tidak menjadi acuan bagi pengaturan dalam hukum perdata internasional.
Menurut pasal 15 Model Law, suatu pesan data dianggap telah dikirim ketika pesan data tersebut memasuki suatu sistem informasi di luar kontrol dari originator atau agen yang disepakati untuk bertindak atas namanya. Waktu penerimaan suatu pesan data terjadi karena keadaan-keadaan berikut:
(1)Segera setelah pesan data memasuki suatu sistem informasi yang dibuat/ditetapkan oleh pihak penerima (addressee) untuk maksud menerima pesan data tersebut;
(2)Jika pesan data dikirim kepada suatu sistem informasi dari

pihak penerima yang tidak dibuat/ditetapkan untuk maksud itu,
maka penerimaan suatu pesan data terjadi segera setelah pesan data dibuka (retrieved) olehnya; dan
(3)Jika tidak ada sistem informasi yang dibuat/ditetapkan oleh pihak penerima, maka waktu penerimaan pesan data terjadi segera setelah pesan data memasuki sistem informasi dari pihak penerima.
Aturan-aturan ini berlaku meski lokasi dari sistem informasi dan tempat di mana pesan data tersebut yang akan diterima ternyata berbeda. Tempat pengiriman dan penerimaan pesan data adalah tempat usaha dari pihak originator dan juga si penerima (addressee).
Dalam hal terdapat lebih dari satu tempat usaha (place of business), tempat usaha adalah tempat yang memiliki hubungan terdekat (closest link) dengan transaksi yang bersangkutan. Dalam hal tidak ada hubungan terdekat tersebut, maka tempat usahanya adalah tempat usaha pokoknya (the principal place of business).
Dalam hal tidak adanya tempat usaha, maka pengiriman dan penerimaan suatu pesan data akan berlangsung di tempat kediaman biasanya (their habitual residence). Namun demikian baik pihak originator dan pihak penerima (addressee) dapat menyepakati untuk membuat aturan-aturan tersendiri bagi mereka. Para pihak tidak
perlu untuk menetapkan kriteria-kriteria tersebut di atas.


10. Bagian II: Obyek Tertentu: Pengiriman Barang

Bagian I Model Law di atas memuat aturan-aturan umum dari e-commerce. Dalam bagian kedua sekarang ini, Model Law memuat aturan-aturan khusus mengenai pengiriman barang yang dilakukan melalui pesan data melalui sistem komunikasi komputer (elektronik). Informasi yang dikomputerkan dapat digunakan dalam hubungannya dengan suatu kontrak pengiriman barang dan dokumen- dokumen pengangkutan terkait.
Perlu ditekankan di sini bahwa bagian dua ini sifatnya tidaklah eksklusif atau berdiri sendiri. Aturan dalam bagian I, khususnya aturan-aturan mengenai persyaratan tertulis, tanda tangan dan keaslian suatu ‘dokumen’ (pasal 6 – 8 Model Law) juga berlaku terhadap bagian II ini.
Pasal 16 memuat daftar mengenai hal-hal pesan data secara elektronik (electronic data message) yang dapat berlaku. Daftar tersebut adalah:
(1) pemberian tanda, angka, jumlah dan berat barang; (2) memuat sifat atau nilai barang;
(3) penerbitan surat penerimaan untuk barang; (4) perintah kepada kapal pengangkut;
(5) klaim pengiriman barang;

(6) perintah/kuasa untuk melepaskan barang

(7) memuat pemberitahuan mengenai hilang atau kerusakan terhadap barang;
(8) memberikan pemberitahuan lainnya mengenai pelaksanaan kontrak;
(9) upaya untuk mengirim barang kepada orang yang telah

ditentukan atau seseorang yang mengklaim pengiriman; dan
(10) hal-hal lain yang terkait dengan hak atas barang, hak dan kewajiban berdasarkan kontrak.

11. Dokumen Pengangkutan (Bill of Lading)

Pasal 17 memuat aturan-aturan untuk memfasilitasi penggunaan bill of lading elektronis yang dapat digunakan untuk moda-moda pengangkutan lainnya di samping pengangkutan laut. Termasuk di dalamnya moda angkutan melalui jalan raya, kereta api, dan pengangkutan udara.
Persyaratan hukum mengenai syarat tertulis dan penggunaan suatu dokumen kertas, dapat terpenuhi dengan penggunaan satu atau lebih pesan data. Model Law hanya mensyaratkan bahwa metode atau cara pengiriman pesan data tersebut dapat diandalkan.
Model Law mengakui dokumen-dokumen pengangkutan secara elektronik ini. Dalam Model Law ternyata yang menjadi aturan(- aturan) khusus di sini baru atau hanya dokumen pengangkutan (laut, darat, kereta api, udara).
Dilihat dari kata yang digunakannya, yaitu areas, jelas bahwa Model Law masih melihat adanya kemungkinan pengaturan- pengaturan untuk bidang-bidang khusus lainnya di samping dokumen
pengangkutan secara elektronik (e-bill of lading).


12. Tanda Tangan Digital dan Pejabat Verifikasi a. Tanda Tangan Digital (Digital Signature)
Di samping Model Law 1996 tersebut di atas, UNCITRAL telah pula secara aktif merancang aturan-aturan untuk tanda tangan digital dan pejabat verifikasi. Untuk itu, UNCITRAL membentuk suatu badan khusus, yaitu UNCITRAL Working Group.
Sejak bulan Februari 1997, UNCITRAL Working Group telah mempersiapkan aturan-aturan mengenai 'digital signature' dan
'Certifying Authority' (CA atau pejabat atau lembaga sertifikasi). Pembentukan kelompok kerja ini sebagai implementasi dari pasal 7 Model Law 1996.
Digital signature adalah ‘sejumlah karakter alphanumerik yang dihasilkan dari operasi matematik dan kriptografi’. Hingga saat ini "cryptography" masih dipandang cara terbaik untuk memproteksi data dari kemungkinan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan.
Cryptography telah digunakan secara umum. Penggunaannya acapkali didasarkan pada penggunaan fungsi-fungsi 'algorithmic' (algoritma). Pada prinsipnya cara kerja cryptograhy sederhana saja. Cryptography mengubah informasi menjadi kode. Pengirim mengirim informasi melalui kode-kode. Penerima kode (informasi) kemudian membuka kode tersebut untuk dapat membacanya. Dalam mengirim-menerima code, dilakukan dengan menggunakan 2 kunci. Kunci ini tidak lain adalah angka-angka.
Satu kunci digunakan untuk menerjemahkan data dan untuk mengkonfirmasi digital signature (kunci privat atau private keys).
Kunci lainnya, yaitu kunci publik (public keys), digunakan untuk meverifikasi suatu tanda tangan digital dari pesan yang
kembali ke bentuk aslinya (public key).

b. Certification Authority

Certification Authority (CA) adalah konsep yang baru berkembang, yakni suatu provider jasa pihak ke-3 yang netral dan independen. CA mengeluarkan serifikat 'untuk menghubungkan suatu kunci dengan si penandantangan. CA juga bertugas mendaftarkan suatu public key bersama-sama dengan nama dari pelanggan (pengguna) sertifikat sebagai 'subyek' sertifikat.
Dengan dimulainya diskusi secara umum mengenai isu yang dibahas, Working Group mempersiapkan teks-teks mengenai aturan- aturan seragam pada akhir 1997. Aturan-aturan hukum seragam ini disahkan oleh Working Group pada sidangnya yang ke-32 di Wina pada tangggal 19-30 Januari 1998. UNCITRAL mengesahkannya pada sidangnya yang ke 31 di New York, pada tanggal 1 - 12 Juni 1998.
Aturan-aturan hukum seragam ini antara lain mengatur ruang lingkup berlakunya aturan (Bab I), tanda tangan elektronik (Bab
2), pejabat sertifikasi dan isu-isu terkait (Bab 3), dan

pengakuan tanda tangan elektronik asing (Bab 4).


D. Penutup

UNCITRAL telah menempuh suatu pendekatan fungsional dalam Model Law. UNCITRAL tidak menempuh upaya menyusun kembali aturan- aturan yang ada untuk mengakomodasi e-commerce. Namun yang dilakukan UNCITRAL adalah menemukan pemecahan secara teknis untuk memenuhi persyaratan-persyaratan hukum yang ada (dengan sedikit penyesuaian). Misalnya, masalah integritas dan keaslian (authenticity) dari suatu pesan data dari tanda tangan elektronis telah diselesaikan dengan penggunaan metode cryptography.
Di samping penggunaan cryptography, sebenarnya apa yang Model Law sumbangkan secara signifikan adalah pengakuan hukum terhadap pesan data. Endeshaw mentakan bahwa Model Law ini semata-mata menetapkan “legal recognition of data message transmitted via electronic or other form.”
Oleh karena itulah mengapa beberapa negara telah membuat rancangan UU-nya mengenai perdagangan secara e-commerce ini dengan didasarkan kepada seluruh atau sebagian ketentuan dari Model Law ini. Termasuk antara lain Amerika Serikat dalam
'Uniform Commercial Code'-nya, the Illinois Electronic Commerce Security Act, dan the Danish Bill for an Act on Digital Signature. Malaysia telah mengundangkan perundang-undangannya mengenai electronic commerce dan tanda tangan digital. Negara- negara lainnya telah pula mempertimbangkan UU nasionalnya untuk bidang electronic commerce dan tanda tangan digital ini. Sejak bulan Oktober 1997, Inggris telah memperkenalkan perdagangan elektronik-nya di pasar modalnya (Stock Exchange). Di Jerman telah pula mengundangkan the Digital Signature Ordinance pada
tahun 1997 (mulai berlaku pada tanggal 1 November 1997).
Salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia adalah menyikapi hadirnya e-commerce ini. Sebenarnya masalah utamanya adalah sederhana, aturan hukum RI hanya perlu mengakui keabsahan transaksi-transaksi melalui e-commerce.
Yang juga tidak kalah pentingnya adalah pengakuan terhadap data elektronik sebagai alat bukti di hadapan pengadilan. Alat bukti yang diakui hukum Indonesia adalah: (1) bukti tulisan; (2) bukti saksi-saksi; (3) persangkaan-persangkaan; (4) pengakuan; dan (5) bukti sumpah. Bukti data elektronik hingga tulisan ini dibuat belum ada pengakuan.
Sebagai perbandingan, negara berkembang lainnya adalah Cina. Pada bulan Maret 1999, Cina mengeluarkan hukum kontrak yaitu the Contract Law of the People’s Republic of China. UU tahun 1999 ini menyatakan bahwa tulisan dapat berupa berbagai wujud atau bentuk, termasuk tulisan-tulisan yang ‘disimpan secara visual’ (‘visually recorded’). Dalam pengertian tersebut yang tercakup ke dalamnya adalah kontrak-kontrak elektronik. Karena kontrak-kontrak tersebut dapat ‘dilihat’, maka kontrak demikian
sah menurut hukum kontrak Cina.





DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar Munir, Cyber Law: Policies and Challenges, Malaysia, Singapore, Hong kong: Butterworths Asia, 1999.
Danrivanto Budhijanto, ‘Aspek Hukum “Digital Signature” dan “Certification Authority” dalam Transaksi E-Commerce,” dalam: Mieke Komar Kantaatmadja, et.al. (eds.), Cyber Law: Suatu Pengantar, Jakarta: Elips, 2002.
Endeshaw, Assafa, Internet and Ecommerce Law, Singapore: prentice
Hall, 2001.
Isis Ikhwansyah, ‘Prinsip-prinsip Universal Bagi Kontrak Melalui E-Commerce dan Sistem Hukum pembuktian Perdata dalam Teknologi Informasi,’ dalam: Mieke Komar Kantaatmadja, et.al. (eds.), Cyber Law: Suatu Pengantar, Jakarta: Elips,
2002.
Islam, Rafiqul, International Trade Law, London: LBC, 1999.
Mieke Komar Kantaatmadja, “Pengaturan Kontrak Untuk Perdagangan Elektronik (E-Contracts),” dalam: Mieke Komar Kantaatmadka, et.al. (eds.), Cyber Law: Suatu Pengantar, Jakarta: Elips,
2002.
Mieke Komar Kantaatmadja, et.al. (eds.), Cyber Law: Suatu
Pengantar, Jakarta: Elips, 2002.
UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce with Guide to
Enactment, 1996, with additional Article 5 bis as adopted in
1998.

0 Responses to “E-COMMERCE MENURUT UNCITRAL MODEL LAW ON ELECTRONIC COMMERCE 1996”

Posting Komentar

All Rights Reserved RoniQueeNet | Blogger Template by Bloggermint